19 Oktober 2008

Berkah Sampah Terpadu

FEATURES
Semarang, 15 Oktober 2008
Berkah Sampah Terpadu
Oleh Anindityo Wicaksono


TAHUKAH Anda, jumlah sampah Kota Semarang yang masuk ke tempat penampungan akhir (TPA) Jatibarang, Mijen, Semarang mencapai 600 ton/hari? Keterbatasan kapasitas membuat jumlah ini tak tertampung sepenuhnya. Sebagai satu-satunya di Jawa Tengah, TPA seluas 40 ha ini pun lambat laun akan mencapai titik jenuhnya.

Hal inilah yang mendasari berdirinya pengelolaan sampah terpadu di Perumahan Bukit Kencana Jaya Semarang pada Januari 2007. Di tempat penampungan sementara (TPS), tumpukan sampah sisa yang selama ini tak terangkut ke TPA dapat diolah menjadi pupuk kompos.

Pengelolaan sampah terpadu swadaya-warga yang pertama di Jawa Tengah ini bermitra dengan GTZ Jerman dan Yayasan Bintari. Kedua LSM lingkungan hidup ini menanggung sepenuhnya biaya operasional dan sosialisasi program untuk tiga bulan pertama.

Menurut Ketua Pokja Pengelolaan Sampah Terpadu, Ari Sulistyono, belum lama ini, visi program ini adalah mengurangi volume sampah yang dibuang ke TPA. Hal ini timbul dari kekhawatiran warga melihat tumpukan sisa sampah di TPS yang menggunung akibat volume sampah yang sanggup terangkut ke TPA hanya 60 persen.

"Dalam sehari, volume sampah yang masuk ke TPS diperkirakan 1,5-2 ton. Perhitungan ini dari jumlah pembuangan sampah di lima RW yang dihuni 1.016 KK. Asumsinya, per KK menghasilkan 1,5-2 kg sampah per hari," terangnya.

Jumlah sampah sebanyak ini, lanjutnya, dapat menjadi permasalahan yang serius jika tidak ditangani dengan baik oleh seluruh masyarakat.

Selain mengurangi volume sampah sisa, pengolahan terpadu ini ternyata sanggup membuka lapangan kerja. Lihat saja, untuk mengurusi pengelolaan, pihaknya mempekerjakan dua tenaga kerja baru di TPS. Satu pekerja digaji Rp 750 ribu/bulan, sedang satu lagi selain gaji pokok, masih ditambah persentase hasil penjualan produk pengolahan.

Pembagian Area

Di tempat pengolahan, area dibagi menjadi tiga petak. Masing-masing area memuat sampah-sampah yang telah dipilah menurut jenisnya.

Jenis pertama, sampah kering (organik) yaitu kardus, botol minum, dan plastik. Kedua, sampah basah (non-organik) yaitu sisa makanan, sayuran, dedaunan, dan sisa buah. Terakhir, sampah beracun (un-recycle) yaitu pembalut wanita, semprotan bahan kimia, dan baterai.

Untuk memudahkan proses pemilahan, seluruh warga diharapkan partisipasinya dengan memilahkan sampah pada kantong yang telah disepakati. Kantong kain untuk sampah kering, kantong plastik hitam untuk sampah basah, dan untuk sampah beracun boleh kantong apa saja selain dua di atas.

Sampah yang dapat diproses menjadi kompos hanya jenis non-organik. Sisanya, sampah organik dapat langsung dijual, sedang sampah beracun dikumpulkan untuk diangkut ke TPA Jatibarang.

Proses mengolah kompos, pertama-tama pada sampah basah dicampurkan bakteri pengurai (monukulen). Bahannya antara lain bekatul, air tebu, ragi, humus pohon pisang, dan air secukupnya. Aduk hingga warna sampah basah berubah hijau. Lalu, tambahkan dengan sampah coklat (serbuk gergaji, sekam, daun kering) dengan perbandingan 1:1.

Setelah itu, tambahkan kompos yang sudah jadi atau lapisan tanah atas, kemudian diaduk. Jangan lupa sirami sedikit air untuk menjaga kelembaban, lalu endapkan tumpukan ini antara tiga hari hingga satu minggu. Setelah hasil penguraian ini dirajang di dalam mesin penggiling, endapkan lagi selama satu minggu.

Kini kompos telah siap dan tinggal diayak dan dikemas. Ia dapat dipasarkan pada pedagang-pedagang tanaman hias, pupuk tanaman, dan pada program penghijauan

“Untuk sementara ini proses pemasaran belum sepenuhnya berjalan karena jumlah kompos yang didapat masih sedikit. Namun, Yayasan Bintari telah menyatakan kesiapannya menggunakan pupuk kami untuk program penghijauan mereka," terang Ari.

Mesin Lokal

Mesin pengayak sampah yang mereka gunakan buatan LPTP Surakarta. Berkekuatan 16 pk, mesin ini sanggup berproduksi hingga 400 kg/jam.

Menurut Koordinator Teknik Pokja Pengelolaan Sampah Terpadu, Sucipto, mesin seharga Rp 14 juta ini didesain mampu menggunakan bahan bakar minyak bekas (jelantah) menggantikan solar.

"Sisa sampah yang tidak terangkut ke TPA mencapai 800 kg per hari. Dengan kapasitas produksi 400 kg/jam, maka mesin akan beroperasi selama dua jam per hari," ungkap staf pengajar Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang ini.

Dikatakannya, sementara ini mesin belum maksimal berfungsi karena pihaknya masih kewalahan mengurusi sisa sampah yang belum terangkut ke TPA.

"Agar efektif, tumpukan sisa sampah harus terangkut semuanya dulu ke TPA. Hingga jumlah sampah di TPS kembali nol, barulah mesin dapat beroperasi normal dua jam/hari," ujarnya.

0 komentar:

Posting Komentar