06 April 2009

Para Wartawan Menjawab

JURNALISME
Semarang, 6 April 2009
Para Wartawan Menjawab
Oleh Anindityo Wicaksono
(Sumber gambar: http://stavrotoons.com)

BANYAK orang bercita-cita menjadi dokter, insinyur, pengusaha atau bahkan presiden. Kini tambah lagi satu cita-cita bagi banyak orang: caleg. Entah karena memang berjiwa negarawan atau sekadar silap terbuai gaya hidup caleg yang flamboyan.

Tapi entah mengapa tidak banyak orang bercita-cita sama sepertiku: menjadi jurnalis ulung atau wartawan terkenal. Padahal saya rasa profesi ini mulia, bersanding dengan guru. Keduanya toh sama-sama mengajar. Namun jika guru mengajar di papan tulis di hadapan para murid sebagai mitra, media ajar jurnalis adalah pena.

Tugas utama jurnalis ialah memenuhi hak masyarakat atas pemenuhan informasi. Bahkan ruang lingkup jurnalis, yang mencapai pelosok desa melalui distribusi surat kabar, lebih besar ketimbang guru yang terbatas pada institusi pendidikan tempatnya bernaung.

Orang tua dan banyak kawanku yang bertanya, "Heran. Mengapa kamu ngebet sekali sih menjadi wartawan? Padahal kan wartawan gajinya kecil, mana bisa jadi orang kaya. Resikonya besar lagi, banyak musuhnya."

"Ah, biar," tangkis saya cuek," meski 'miskin' kan bisa berguna bagi masyarakat. Kalau bukan wartawan, siapa lagi yang rela 'miskin' demi menjadi terang dan penyedia informasi bagi masyarakat?"

Kebulatan tekad ini akibat petuah ibu yang mengingatkan saya untuk fokus pada satu hal jika ingin berhasil. Ibarat seorang pemburu yang tak dapat menangkap kijang sekaligus babi hutan dalam sekali perburuan.

"Jika kamu ingin membawa pulang kijang, perhatikan saja kijang itu. Ke mana ia makan, tidur, dan bersantai. Jangan sedikitpun melepaskan pandangan dan bidikan tombakmu padanya sampai kamu menangkapnya. Jika kamu rakus ingin menangkap kijang dan babi hutan sekaligus, bisa-bisa kau malah takkan mendapat apa-apa," begitu petuah beliau.

Kesadaran akan panggilan di bidang kewartawanan membuat saya belum lama ini bertanya kepada beberapa wartawan yang saya kenal via email. Sekadar usaha sebelum lulus agar tak menjadi "pungguk merindukan bulan" ketika berimpian menjadi jurnalis.

Total ada empat poin pertanyaan yang saya ajukan: (1) Awal mula menjadi wartawan; (2) Seperti apa bentuk tes-tes wartawan yang diadakan media kekinian; (3) Kualifikasi apa saja yang dibutuhkan untuk menjadi wartawan; (4) Saran bagi para mahasiswa yang berimpian menjadi wartawan.

Di bawah ini saya sajikan jawaban dari para wartawan yang menanggapi email saya, yakni Hendra Wibawa, Arif Gunawan, Bambang Jatmiko, dan Fita Indah Maulani, semuanya dari Harian Bisnis Indonesia. Semoga dapat menjadi bahan masukan bagi teman-teman yang punya cita-cita sama menjadi jurnalis.

1. Hendra Wibawa (Bisnis Indonesia)

Semoga saja aku tidak terlambat menjawab pertanyaan Anda. Jujur aku terkesan dengan keingnan Anda menjadi jurnalis. Apalagi, Anda belajar di Undip, tempat yang sama aku belajar Sejarah di Fakultas Sastra. Kebetulan, majalah mahasiswa sastra HAYAMWURUK (LPM Fakultas Sastra Undip Semarang) adalah tempatku awal menekuni dunia jurnalistik.

Kini tak banyak mahasiswa yang sejak awal bercita-cita menjadi jurnalis seperti Anda. Padahal, profesi jurnalis itu profesi mulia: melayani publik memperoleh informasi yang benar.

Awal mula menjadi wartawan

Aku masuk bisnis melalui proses pemagangan seperti pertama kali aku magang di LPM HAYAMWURUK. Menerima penugasan, meliputnya lantas menuliskannya dalam bentuk berita dengan model piramida terbalik. Model penulisan itu memang sudah ketinggalan. Namun, di Bisnis masih diperlukan untuk pembaca Bisnis yang umumnya tak memiliki banyak waktu untuk membaca koran.

Bentuk tes-tes wartawan yang diadakan media kekinian

Model tes itu hampir sama seperti kita melamar pekerjaan di satu perusahaan. Ada psikotes dan wawancara. Cuma bedanya ada tes menulis berita.

Khusus untuk pertanyaan ketiga dan keempat (kualifikasi yang dibutuhkan dan saran bagi para mahasiswa), ada baiknya Anda membaca laporan jurnalistik yang ditulis Andreas Harsono berjudul "Sembilan Elemen Jurnalisme". Laporan itu bagus sekali bagi yang ingin mendalami jurnalisme. Laporan itu bisa diakses di www.pantau.or.id.

Demikian, terus semangat.

2. Arif Gunawan (Bisnis Indonesia)

Terima kasih atas apresiasi kamu. Semoga ke depan aku bisa terus mengembangkan penulisanku agar bisa memberi informasi bermanfaat bagi pembaca. Dan tentu saja, menjaga konsistensi agar tetap menjadi jurnalis yang baik.

Awal mula menjadi wartawan

Puji syukur kepada Allah, ketika aku lulus pada 2005, Bisnis Indonesia sedang memburu calon reporter baru. Seorang kawan, penggiat komunitas Pantau di Jakarta merekomendasikanku untuk mencoba tes seleksi di media yang kugeluti sekarang.

Setelah magang tiga bulan dan kontrak sembilan bulan, akhirnya aku diangkat menjadi karyawan tetap. Namun di tengah kondisi krisis seperti sekarang, kantorku sedang tiarap. Ada sepuluhan wartawan magang yang kontraknya diperpanjang karena kantor belum berani mengangkat karyawan baru.

Bentuk tes-tes wartawan yang diadakan media kekinian

Tes wartawan sangat mudah. Calon reporter (carep) diberi waktu menulis artikel dari materi yang sudah ada. selain itu, carep juga harus melalui serangkaian tes psikologi umum, dan harus magang minimal 3 bulan.

Selama magang itulah produk kita dan kemampuan kita dinilai. Bukan hanya kemampuan menulis dan mencari angle berita, tapi juga kemampuan menembus narasumber, kedisiplinan menjalankan tugas, kemampuan mematuhi etika jurnalistik, dan termasuk juga kemampuan interpersonal di tempat kerja.

Kualifikasi menjadi wartawan

Khusus di Bisnis Indonesia, carep dengan kemampuan analitis sepertinya lebih diutamakan. Pemred pernah mengatakan bahwa tulisan kami harus lebih mudah dicerna, naratif, dan kalau bisa analitis.

Saran bagi para mahasiswa yang berimpian menjadi wartawan

Masuklah ke dunia jurnalistik selekas mungkin. apapun, jangan lihat medianya. sekali kamu berada di lingkaran kaum jurnalistik, kamu akan lebih mudah mendapat informasi penerimaan carep di media lain, yang mungkin lebih bonafid. kalau perlu, segeralah bergabung dengan milis seputar dunia jurnalistik.

Dan dua hal lagi; jangan kalah oleh harta dan rindukanlah mati sebagai pribadi yang terhormat, seperti dicontohkan Yesus, Muhammad, atau Sidharta.

Sekali kamu menerima amplop, 99 persen kemungkinan kamu akan menerima amplop selanjutnya. Sekali kamu anggap mati terhormat adalah lebih baik (daripada hidup menghinakan diri sendiri di bawah ketiak orang berduit), maka yakinlah kematian akan menjemput layaknya kereta yang membawa kita menuju kekasih yang selama ini dirindukan.

Mengenai IPK (indeks prestasi kumulatif), setahuku bukan menjadi penilaian utama. IPK 2,75 sudah sangat cukup untuk memenuhi syarat FORMAL menjadi jurnalis.

Semoga sukses.

3. Bambang Jatmiko (Bisnis Indonesia)

Terimakasih sebelumnya atas konsen Mas Anindityo membaca Bisnis Indonesia, khususnya tulisan saya. Sebelum di Bisnis Indonesia, saya juga kuliah dan ikut aktif di pers kampus. Saya dulu kuliah di Fisipol UGM lulus Agustus 2006, kemudian masuk ke Bisnis Indonesia tiga bulan setelahnya.

Sebenarnya nggak ada persyaratan yang detail untuk bisa masuk Bisnis Indonesia. Yang penting mau belajar ekonomi dan nggak alergi sama angka. Ada beberapa tes yang sebelumnya harus dilalui saat masuk Bisnis Indonesia, di antaranya tes psikologi, kesehatan, serta tes tulis dan wawancara.

Aku dulu pas masih sekolah dan kuliah memang ngebet jadi wartawan, dan Puji Tuhan, akhirnya kesampaian juga niatku itu.

Jadi wartawan itu jangan didasarkan pada semata-mata masalah mendapatkan uang, namun didasari pada niat untuk memberikan informasi yang bermanfaat kepada publik. Memang ada yang bilang gaji wartawan pas-pasan. Namun kalau Mas Anindityo jeli memilih media yang dimasuki, maka Mas Anindityo akan menemukan fakta bahwa wartawan pun juga bisa hidup sejahtera.

Di sinilah saya menyarankan Mas Anindityo perlu mengawali profesi menjadi wartawan dengan niat yang lurus, dan tidak hanya memikirkan uangnya. Uang akan datang sendiri sebagai konsekuensi bahwa kita telah melakukan pengabdian.

Selanjutnya, Mas Anindityo juga perlu untuk memilih dan memilah media yang dimasuki. Pilihlah media-media yang memberikan kesejahteraan yang cukup bagi wartawan. Puji Tuhan, Bisnis Indonesia adalah salah satu yang bisa memberikan kesejahteraan bagi para wartawannya.

Apabila Mas Anindityo ingin mencoba magang ataupun belajar jurnalistik ke Bisnis Indonesia, mungkin bisa mengirim surat magang ke HRD Bisnis Indonesia, Wisma Bisnis Indonesia Lt8. Jl. KH Mas Mansyur 12A, Karet Tengsin-Jakarta Pusat, 10220. Belakangan ini ada sejumlah mahasiswa yang magang di Bisnis, yang berasal dari Universitas Padjadjaran Bandung.

Mengenai IPK, sebagaimana yang ditentukan oleh banyak perusahaan dewasa ini, memang ada batasan minimal. Mungkin Mas Anin sudah banyak tahu bahwa IPK minimal yang disyaratkan perusahaan di level 2,75.

Kalaupun Mas Anin sudah mencatat IPK di posisi itu, saya kira Mas Anindityo sudah "aman". Namun demikian, untuk menjadi wartawan yang hebat sebenarnya bukan IPK yang menentukan, tapi karya-karya jurnalistik yang dihasilkan.

Banyak dari teman-teman wartawan di ibu kota mencatat IPK yang tinggi, namun mereka kurang tangguh dalam mencari berita. Demikian pula sebaliknya, banyak teman-teman yang IPK-nya pas-pasan, namun mereka menjadi wartawan yang hebat, dan tulisannya ditunggu-tunggu oleh pembaca.

Saya kira Mas Anindityo nggak usah berkecil hati dengan IPK yang dicatat itu. Banyak kesempatan yang bisa diraih untuk bisa menjadi wartawan yang hebat. Belajar menulis yang bagus dan setiap saat berusaha meningkatkan mutu tulisan itu jauh lebih memberi peluang yang besar untuk menjadi jurnalis handal, daripada hanya mengandalkan IPK.

Dan, di Bisnis Indonesia dan media-media besar lainnya, jauh lebih menghargai orang-orang yang selalu berusaha meningkatkan kemampuan jurnalismenya seperti itu.

4. Fita Indah Maulani (Bisnis Indonesia)

Salam Dityo,

Wah, sudah fokus nih jadi jurnalis. Pertanyaannya singkat dan jelas. Oke, saya jawab per poin ya, agar lebih jelas juga. Semoga bermanfaat.

Awal mula menjadi wartawan

Setelah lulus kuliah di salah satu universitas swasta di Jogja, saya kembali lagi ke Bandung. Di sana ada lowongan sebagai koresponden atau kontributor untuk salah satu harian ekonomi terbesar di Indonesia. Jujur awalnya saya ga ngerti apapun yang berbau ekonomi, dan stigma awal saya koran ekonomi, ya isinya ga jauh dari angka dan lingkup ekonomi.

Awal menjadi kontributor untuk wilayah Bandung, saya harus mengikuti tes membuat naskah berita. Bahannya tidak wawancara di lapangan, namun mengambil dari materi sebuah seminar. Selain tes membuat naskah, ada proses wawancara dengan salah seorang redpel (redaktur pelaksana) dari Jakarta. Lulus itu, saya diterima sebagai wartawan dengan jenjang karir sebagai kontributor Bisnis Indonesia.

Bentuk tes-tes wartawan yang diadakan media kekinian

Tes biasanya ada pengetahuan, bahasa Inggris, psikologi (sejauh mana IQ dan EQ), dan yang paling penting: kesehatan. Jadi wartawan ga sekedar menyorongkan recorder, namun banyak tempat liputan yang memerlukan kualitas fisik prima.

Kualifikasi menjadi wartawan

Standar sih, kemampuan menulis dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar, bertutur, berbicara dengan bahasa Inggris, serta daya juang. Di harian Bisnis Indonesia tidak ada pelatihan khusus begi seorang jurnalis untuk mendalami isu sebuah bidang yang menjadi tanggung jawabnya, misal: transportasi dan logistik maupun teknologi informasi.

Namun, setiap jurnalis dituntut untuk langsung memahami isu yang ada di desk dia. Ketika ada rolling atau perputaran desk liputan, kita harus belajar lagi dari awal, banyak baca, tanya orang lain.

Saran bagi para mahasiswa yang berimpian menjadi wartawan

Latihan menulis dan berinteraksi dengan semua orang dari level manapun. Wartawan harus percaya diri menghadapi semua narasumber, mulai dari pedagang kaki lima, hingga menteri, presiden, duta besar negara lain, dll. Soal indeks
IPK (prestasi kumulatif), minimal 2,75. Yang penting kamu punya pengalaman di luar IPK yang bisa jadi nilai jual, seperti aktif di organisasi atau beberapa tulisan kamu yang pernah di muat di media massa.(*)

0 komentar:

Posting Komentar